Es Balon Kacang Hijau

Dulu pada saat saya duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar pada saat istirahat, saya sering duduk jongkok didepan pintu kelas tepat disamping kotak sampah kayu dengan memeluk termos es berwarna merah merek Lion Star. Didalam termos es itu ada sekitar 25 es balon kacang hijau buatan ibuku. Memang setiap harinya saya diamanati ibu untuk sekolah sekaligus berjualan, hal yang dulu lumrah namun sekarang jarang dilakukan anak seumuran saya pada saat itu. Berjualan disekolah tentu saja tidak dilarang pihak sekolah dikarenakan memang tidak mengganggu jam pelajaran karna saya hanya berjualan pada saat istirahat saja. 

Tidaklah mudah menjual es balon kacang hijau seharga seratus perak dikarenakan teman - teman saya lebih memilih es yang berwarna warni, berukuran lebih panjang walaupun banyak yang menggunakan air mentah dan pemanis buatan. Ibu saya mengajarkan satu hal bahwa dalam hal berjualan makanan kita juga harus memperhatikan unsur higienitas dan kesehatan, bukan keuntungan semata, ibu saya sangat antipati menggunakan pemanis buatan dan air mentah untuk membuat es balon. Biarlah gak laris yang penting gak bikin pilek dan batuk kata ibu saya. Seringkali teman - teman saya membandingkan es kacang hijau buatan ibu dengan es balon yang mereka beli dari penjual lain yaitu dengan menyejajarkan kedua es balon tersebut dan mengukur mana yang lebih panjang. 

Saya memiliki dua pelanggan setia, yaitu siswa SMP yang sering membeli sampai 5 buah es balon. Ia sering mendapat titipan dari teman sekelasnya untuk membeli es balon saya. Katanya beda dari yang lain, kalo es balon air berwarna - warni dengan rasa buah, ini lebih enak karna terbuat dari kacang hijau dan gula merah, katanya lebih mantab. Sedangkan pelanggan yang kedua adalah teman sekelas saya bernama Lestari. Ia masih terhitung saudara jauh saya, tepatnya keponakan dari suami bibi saya. Ia pun tinggal di rumah paman saya tersebut. Ia lebih memilih untuk membeli es yang saya jual bukan karna alasan rasa, atau higienitas, namun lebih dikarenakan ia malas untuk berjalan ke ujung lapangan sekolah dimana para penjual jajanan berkumpul dibawah pohon waru yang tidak begitu rindang. Kadang aku merasa enggan untuk menjual es tersebut dikarenakan es itu tidak pernah habis saya jual diistirahat pertama sehingga saya sering mengembalikannya pada saat istirahat kedua kerumah dan memasukannya kembali kedalam freezer. Sebagai hadiah atas usaha saya menjual es tersebut saya mendapatkan uang jajan dari ibu Rp.150, cukup untuk membeli berbagai macam jajanan seperti Opak, Kemplang, Cilok, dan Kelanting Klatak. Bukan untuk mengajari wirausaha, atau mengeksploitasi saya, sadari hal itu sekarang, bahwa ibu mengajarkan saya untuk giat berusaha, dan menikmati hasil setelah berusaha itu memang luar biasa nikmatnya. Yang lebih penting lagi bahwa dalam membuat produk makanan yang dikomersilkan kita harus memperhatikan kunci yang utama yaitu unsur kebersihan dan kesehatan, bukan keuntungan semata.

Komentar

Postingan Populer